Wednesday, February 27, 2008

Day 51 – Final Mapping

Sore tadi, pihak Hypermind menelepon saya untuk mendiskusikan pembagian unit bab Perahu Kertas. Untuk versi digital ini, satu unit babnya akan terdiri dari empat bab versi analog (I don’t even know whether ‘analog’ is the correct term for this context or no, but you know what I mean, right? ‘Analog’ here means the chapter dividing system I use for the printed book later on). Dan satuan unit itulah yang kelak akan didapat para pembaca untuk satu kali download.

Yang lebih dahsyat lagi, bahkan mereka sudah menyiapkan tanggal launching dengan perusahaan telco-nya, which is XL, yakni tanggal 12 Maret. Saya belum tahu pasti apakah tanggal itu sudah 100% fixed or no, tapi yang jelas tidak akan terlalu meleset dari kisaran tanggal tsb.

But here I am, with a launching date, and still quite many chapters to go.
Hari ini, saya pulang ke Bandung. Sekitar jam 6 saya tiba di markas. Mulai bekerja untuk menyelesaikan chapter 35. Sekitar jam 8 akhirnya chapter 35 selesai. Dan saya tertumbuk pada pe-er berikut, yakni pemetaan final alias membuat outline sampai ending. Dan untuk menyusun peta ini saja sudah memakan hampir sejam sendiri. Gosh. I’ll be picked up in 10 minutes.

Anyway, here’s the result: the story will end at chapter 44. Approximately at 77,700 words. 11 units consist of 4 chapters each.

And now I am at 63,428 words. Submitting 8 units out of 11.

Seperlima kosong… atau tigaperlima isi? That is the question ☺

Pausing The Timer (7) – Zen Counselling

Due the Zen Counselling course that I’m taking (yang mudah-mudahan liputan tentang kegiatan itu bisa dituangkan terpisah di blog Dee-Idea), I have to pause the timer again. Kali ini saya mengambil cuti sampai hari Selasa. Saya berangkat ke Jakarta dari hari Kamis, memulai course dari Jumat hingga Minggu, dan harus mengerjakan beberapa hal lagi pada hari Senin dan Selasa, dan kesemuanya memakan waktu seharian sehingga saya tidak bisa memaksakan diri untuk bekerja. However, tanggal 25 Februari merupakan janji saya pada Hypermind untuk mengirimkan naskah Perahu Kertas. Akhirnya, tanggal 25, beberapa menit sebelum midnight, saya mengirimkan 32 chapter pertama.

Wednesday, February 20, 2008

Day 50 – Is it really…?

Is it really five more days? Is it really five more chapters? Both, I doubt.
I’m on Chapter 35 tonight. Started quite late today, got few things to do first, dan membuat outline untuk beberapa bab ke depan. Finished Chapter 34 at 8.30 pm. Dan rasanya cerita masih akan bergerak jauh melampaui Chapter 40, kecuali jika plot cerita ditata ulang. Yang jelas, melampaui 70 ribu kata.

I have to pause the timer again this weekend due to the course that I’ll be taking. But even with that pause, I doubt if I could finish the story. Karena sekarang ‘finish’ tidak mutlak Bab 40. Bisa saja Bab 40 terselesaikan, but that’s not gonna be the end of the story.

Anyhow, let me just count the words so far: 61,648.

Tuesday, February 19, 2008

Day 45 - 49

Day 49 – Going Through A Crisis

I started late today. Had several things to do first, termasuk menjemput babysitter saya dari rumah sakit. Baru sampai ke mabes jam empat sore.
And, man, I could feel my energy’s depriving. Hot chocolate, sebungkus kue ape, dua plastik cakue, tidak membantu sama sekali. Yang ada malah saya ngantuk luar biasa. Fell asleep for almost two hours. Dengan aneka perasaan jenuh, berbeban, dan sebagainya. Rasanya pekerjaan ini terlalu sulit. Nyaris tidak mungkin selesai tepat waktu. Bangun-bangun, sudah jam tujuh lebih.
And so I tried… a paragraph, and then two, and then three, and then a half page. The ball started to roll. Working on the second page, third, fourth. And I can say it’s done.
Target awal saya adalah dua bab dalam hari ini. Ended up with only one. Penuh perjuangan pula. Yet, I’m grateful that I’ve passed the crisis. Seriously, there were moments where I felt I couldn’t write a thing today. Phew.


Day 48 – Purrr-sistence

My babysitter won’t be coming back from the hospital until tomorrow. Pembantu saya yang satu lagi juga diposkan di rumah sakit untuk menjaga. Hari ini gantian menjaga Keenan dengan ayahnya. I sneaked out when Keenan was taking a bath. Marcell cerita kalau Keenan menangis ketika melihat saya sudah tidak ada. Yep. It was a heartbreaking experience.
Finishing Chapter 31. Slowly working on Chapter 32.
Akhirnya, pukul sebelas kurang… it’s finished.
Word count: 56,810 words.


Day 47 – Amazing Challenges


Finishing Chapter 30. Memulai Chapter 31 sampai tigaperempatnya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Keenan stayed at his grandparent’s house ever since my babysitter was hospitalized. But I’m picking him up tonight. And I don’t want to miss Keenan’s bedtime. Saya minta dijemput pukul 10. Selesai tidak selesai. Dan… memang tidak selesai.
Besok terpaksa memulai dengan Chapter 30, instead of 31.
Marcell pulang ke Bandung malam ini, being such a godsend. Setidaknya besok saya bisa pergi bekerja dengan tenang karena Keenan bisa ditemani ayahnya.
Merenungi kembali semua tantangan selama mengerjakan Perahu Kertas ini… amazing how unexpected challenges keep on coming, eh? But I also see helping angels are everywhere.


Day 46 – Behind Schedule (I Think)


Still struggling and behind schedule. Finishing Chapter 29 and working on Chapter 30. Two pages only. Mengerikan!
Hari ini saya manggung pula, bersama Marcell di Mall Taman Anggrek. Finished at 9-ish, and went straight to Bandung. Tried to work a little. But my eyes were just too tired. Dapat kabar dari rumah, my babysitter was hospitalized. And I thought… uh-oh, what now? As if juggling with my work, deadline, Rectoverso, website, family, personal matter, is not overwhelming enough, and now… this. But as the saying goes: que sera, sera. Baby step. One step at a time. Gotta keep that in mind.


Day 45 – Carried Away

Rehat sehari yang menghanyutkan. Saya sempat lupa bahwa deadline sudah bukan lagi karet elastis yang masih bisa diulur dengan negosiasi. Deadline sudah berubah menjadi batu karang yang tak bisa digusur dan digeser, kecuali oleh sesuatu fenomena maha luar biasa, seperti… kejatuhan meteor, or, yea, something like that.
I tell you something about this deadline and its relation to my schedule. Meskipun resminya deadline Perahu Kertas adalah tanggal 25 Februari, saya harus berhenti menulis selama setidaknya 3 hari, yakni 22-24 Februari, karena harus mengikuti kursus Zen Counselling yang berlangsung dari pagi sampai malam. Sangat tidak realistis kalau saya masih menargetkan untuk menulis pada tanggal-tanggal tersebut, walaupun tidak ada salahnya dicoba jika kepepet.
Today, I worked very little. Not even LDLM. Still on Chapter 29. Bad me!

Pausing The Timer (6) – Valentine’s Day Break

Not usually a Valentine type. But I feel like honoring this day of love by not working, and just enjoy life… and… love. To the fullest.
Happy Valentine’s Day, everybody!

Day 35 - 44

Day 44 – Back to Jakarta

Although didn’t have so much target whenever I’m out of my HQ, today can be categorized as LDLM (Lumayan Daripada Lu Manyun – in case you guys forget this corny term that I love so much). Finishing Chapter 28, and starting Chapter 29.


Day 43 – Catching Up

Kembali ke markas. Menyelesaikan Chapter 27. Pukul 8.30-an malam mulai bergerak ke halaman ke-2 Chapter 28. Not bad, not bad at all.
I worked till 10 pm. Chapter 28 is almost finished, but not entirely. I’m letting it go, though. Rasanya malam ini lebih penting mengeloni Keenan ketimbang meneruskan pekerjaan.
Word count: 49,209 words.


Day 42 – Work Day (Non-Writing)


Shooting and then series of meetings. Going back to Bandung tonight at 9. Didn’t write at all. Too tired. Blah. Blah. Entah kenapa, di satu titik pada sore hari tadi, mendadak energi saya merosot drastis. Enek dengan segala sesuatu yang berbau pekerjaan.


Day 41 – Another Trip to Jakarta

Like I said, cannot hope too much when it comes to travelling. Besok saya ada syuting dengan Trans TV dan GlaxoSmithKline, jadi saya memutuskan pergi ke Jakarta dari hari ini supaya tidak terburu-buru.
Had a couple of things to do today, and they were stretched until midnight. Hanya sempat bekerja sekitar satu jam di Dharmawangsa Square, bertemankan segelas es teh dan sepiring tahu goreng. Not bad, though. Two pages or so. But still on Chapter 27.


Day 40 – New Perahu Kertas Record!


Inilah prestasi penulisan terpanjang dalam sejarah Perahu Kertas so far. Dua bab komplet dan utuh dalam satu hari. Chapter 25 dan 26… selesai hari ini juga. Dan perasaan saya mengatakan, apa yang dianggap rekor hari ini akan menjadi hal yang biasa bahkan harus menjadi kuota harian jika deadline sudah semakin dekat nanti. Nevertheless, I congratulate myself. Selamat ya, Dewi.


Day 39 – Speedy Gonzales!

Setelah beberapa kali berstatus LDLM, today I’m quite proud of myself. Hari ini berhasil menyelesaikan Chapter 23 PLUS Chapter 24! Whoo-hoo.
Word count: 41,795 words.


Day 38 – LDLM


Sekembalinya dari Jakarta, langsung menuju UNPAR untuk talkshow di acara pameran buku Fak. Ekonomi. Kembali ke markas Tubagus selepas pukul empat sore. And I missed Keenan too much I wanted to be picked up no later than 8 pm. Pulang dengan menghasilkan dua halaman dari Chapter 23. Sebuah status pencapaian yang saya istilahkan sebagai status LDLM. Lumayan Daripada Lu Manyun.


Day 37 – Trip to Jakarta

Series of meetings and a friend’s birthday party. Didn’t work today. By now I must say, writing while travelling – either business or pleasure – had become such a fantasy too, yang tetap enak diimajinasikan.


Day 36 – Back On Track


Finishing Chapter 22. Dengan harapan muluk bisa start Bab 23 malam ini juga, yang tentunya, tidak terjadi. By now I must say, continuing work at home had become such an impossibility, tapi tetap enak untuk diimajinasikan. Heheh.


Day 35 – Back From The Dead


Setelah hampir dua bulan menjadi buronan tempat kos (tetap bayar sih), hari ini saya kembali lagi. Aneh juga rasanya. Semuanya berdebu. Lantai, tempat tidur, meja kerja, kursi kerja, KBBI. Saya menghabiskan setengah jam pertama untuk beres-beres.
Even after that, I couldn’t work immediately. Otak saya pun rupanya berdebu. I realized there were many ‘upper layers’ of thoughts that had to be dealt with first. Saya mengetik beberapa pekerjaan dan hiburan yang tak ada hubungannya dengan Perahu Kertas terlebih dahulu.
After few hours, barulah saya memulai pekerjaan yang sesungguhnya. It was quite a struggle. Two pages. Medium-slow speed. And after two pages, my mind started to wither.
Hari sudah malam, dan saya minta dijemput pukul delapan. And so I went home. Wishing that I could continue at home. Nope. Didn’t happen. Two pages and didn’t move.

Newly Negotiated Deadline

January 29, 2008:

After exchanging few emails, saya dan Hypermind sepakat bahwa deadline baru untuk Perahu Kertas adalah 25 Februari 2008. Cannot be later than that karena pihak telco yang tertarik untuk bekerja sama telah menargetkan bulan Maret sebagai waktu peluncuran. These dates can still change, I know. But I also cannot delay any longer so I can work on other stuffs, or not work on all stuffs. Heheh. Kinda like the latter better.

I called my induk semang, Bu Ninong. Menceritakan kondisi saya, sekaligus menyatakan niat untuk memperpanjang tempat kos hingga akhir Februari. It has been proven. Having a headquarter is the best and most efficient way for me so far.

I count my calendar. Damn. Gotta work soon.

Monday, February 18, 2008

Garut Mission (Im)possible: 2 Stories in 2 Days

Kegiatan ini memang sudah cukup lama berlalu ketika saya menuliskan jurnal ini. Tapi inilah salah satu pengalaman menulis paling berkesan, produktif, sekaligus menyegarkan, yang membuat saya merasa cerita ini tetap patut dibagi. Dua hari, dua cerita pendek. Yang pertama saya selesaikan hingga jam 2 pagi, sementara yang kedua—yang berbahasa Inggris—saya tulis hingga jam 4 pagi. Dan sejauh ini, saya puas dengan keduanya.

Tapi, yang sangat berkesan adalah pengalaman berkreasi di lokasi yang begitu mendukung dan menyenangkan. Saya tiba di Garut menjelang sore, dan langsung disambut hujan besar. Setelah hujan reda, dengan cara memukul kentongan, saya pun memesan sebutir kelapa muda. Who would’ve guessed? Kelapa muda saya diantar berbarengan dengan komplimen sepiring singkong goreng. Dang! What a nice starting kick!

Pic #1: My Afternoon Snack




Penginapan yang dikelilingi sawah yang tak diperuntukkan untuk dipanen ini tentunya menjadi markas menyenangkan bagi burung-burung. Atap kamar saya ternyata menjadi rumah dari sekian banyak burung. Suara kepakan dan nyanyian burung menjadi pengiring konstan dari mulai pagi sampai malam. Tidak ketinggalan kokok ayam, suara aliran air di balong, dan aneka serangga.

Pic #3: My Working Spot




It was a rather close version of my heaven, actually. Well, minus the bugs, though. Sebuah fasilitas menginap yang nyaman dan sangat layak, suplai masakan Sunda setiap hari, udara sejuk tanpa mesin pendingin, breathtaking scenery everywhere I look… yeah, it was one heck of an experience.

Pic #2: My Heavenly Lunch



Malam pertama saya kedinginan bukan main, apalagi kerjanya sampai larut malam. Selimut tidak memberi banyak pengaruh. Pashmina yang saya bawa juga nggak ngefek. Akhirnya saya canangkan esok hari untuk mampir ke kota Garut demi membeli jaket.

Hari kedua, setelah makan siang, saya putuskan untuk ke kota Garut. Berhubung hanya didrop sopir saya, dan baru akan dijemput lagi esok harinya saat check-out, saya harus mengandalkan kendaraan umum. Usut punya usut, kendaraan praktis yang bisa mengantar saya adalah ojek. Akhirnya, dipanggillah tukang ojek langganan Mulih Ka Desa, yang katanya sudah biasa mengantar tamu.

Dengan helm yang mencekik kepala saking sempitnya, saya pun turun gunung ke Yogya Department Store di kota. Perburuan jaket berhasil dengan cukup sukses. Saya berhasil mendapatkan jaket berbahan fleece yang hangat. Saat perjalanan pulang, sopir ojek saya mendapat kode-kode entah apa dari rekan-rekannya yang berpapasan dengan kami. Lalu, ia meminta izin untuk mengambil jalan pintas karena ternyata di depan sana ada razia, dan dia tidak punya SIM. Well, so much of a ‘sopir langganan’. But I said, yeah, why not? Dan barulah saat itu saya merasakan ‘mulih ka desa’ yang sesungguhnya. Perjalanan masuk kampung dengan jalan berlubang dan berbatu-batu besar, terguncang-guncang selama perjalanan dan berusaha menjaga posisi duduk saya agar tetap stabil. Obat saya satu-satunya adalah pemandangan yang semakin indah. Other than that, it was quite a hellish ride. Walhasil, sesampainya di penginapan, kedua paha saya pegal serasa squat-jump tiga ronde.

Pada hari kedua ini, saya start menulis agak lebih sore. Sekitar pukul 1 pagi, tiba-tiba mati lampu. Penjaga malam yang tahu saya selalu bergadang sampai subuh (atau mungkin karena saya satu-satunya tamu hari itu), datang dan melaporkan bahwa tegangan listrik satu kota Garut turun karena ada gardu yang rusak. Tak lupa, ia menitipkan tiga lampu darurat untuk persediaan saya selama bekerja. Malam itu, saya bekerja berdasarkan ketahanan baterai yang tak lagi tersuplai listrik. Pukul empat pagi, baterai laptop saya tersisa di bawah 5%, dan pada saat itu jugalah cerita saya rampung. Perfect timing!

Bangun siang. Dijemput siang. Pulang sesudah makan siang. The Garut Mission is successfully accomplished.