Kegiatan ini memang sudah cukup lama berlalu ketika saya menuliskan jurnal ini. Tapi inilah salah satu pengalaman menulis paling berkesan, produktif, sekaligus menyegarkan, yang membuat saya merasa cerita ini tetap patut dibagi. Dua hari, dua cerita pendek. Yang pertama saya selesaikan hingga jam 2 pagi, sementara yang kedua—yang berbahasa Inggris—saya tulis hingga jam 4 pagi. Dan sejauh ini, saya puas dengan keduanya.
Tapi, yang sangat berkesan adalah pengalaman berkreasi di lokasi yang begitu mendukung dan menyenangkan. Saya tiba di Garut menjelang sore, dan langsung disambut hujan besar. Setelah hujan reda, dengan cara memukul kentongan, saya pun memesan sebutir kelapa muda. Who would’ve guessed? Kelapa muda saya diantar berbarengan dengan komplimen sepiring singkong goreng. Dang! What a nice starting kick!
Pic #1: My Afternoon Snack
Penginapan yang dikelilingi sawah yang tak diperuntukkan untuk dipanen ini tentunya menjadi markas menyenangkan bagi burung-burung. Atap kamar saya ternyata menjadi rumah dari sekian banyak burung. Suara kepakan dan nyanyian burung menjadi pengiring konstan dari mulai pagi sampai malam. Tidak ketinggalan kokok ayam, suara aliran air di balong, dan aneka serangga.
Pic #3: My Working Spot
It was a rather close version of my heaven, actually. Well, minus the bugs, though. Sebuah fasilitas menginap yang nyaman dan sangat layak, suplai masakan Sunda setiap hari, udara sejuk tanpa mesin pendingin, breathtaking scenery everywhere I look… yeah, it was one heck of an experience.
Pic #2: My Heavenly Lunch
Malam pertama saya kedinginan bukan main, apalagi kerjanya sampai larut malam. Selimut tidak memberi banyak pengaruh. Pashmina yang saya bawa juga nggak ngefek. Akhirnya saya canangkan esok hari untuk mampir ke kota Garut demi membeli jaket.
Hari kedua, setelah makan siang, saya putuskan untuk ke kota Garut. Berhubung hanya didrop sopir saya, dan baru akan dijemput lagi esok harinya saat check-out, saya harus mengandalkan kendaraan umum. Usut punya usut, kendaraan praktis yang bisa mengantar saya adalah ojek. Akhirnya, dipanggillah tukang ojek langganan Mulih Ka Desa, yang katanya sudah biasa mengantar tamu.
Dengan helm yang mencekik kepala saking sempitnya, saya pun turun gunung ke Yogya Department Store di kota. Perburuan jaket berhasil dengan cukup sukses. Saya berhasil mendapatkan jaket berbahan fleece yang hangat. Saat perjalanan pulang, sopir ojek saya mendapat kode-kode entah apa dari rekan-rekannya yang berpapasan dengan kami. Lalu, ia meminta izin untuk mengambil jalan pintas karena ternyata di depan sana ada razia, dan dia tidak punya SIM. Well, so much of a ‘sopir langganan’. But I said, yeah, why not? Dan barulah saat itu saya merasakan ‘mulih ka desa’ yang sesungguhnya. Perjalanan masuk kampung dengan jalan berlubang dan berbatu-batu besar, terguncang-guncang selama perjalanan dan berusaha menjaga posisi duduk saya agar tetap stabil. Obat saya satu-satunya adalah pemandangan yang semakin indah. Other than that, it was quite a hellish ride. Walhasil, sesampainya di penginapan, kedua paha saya pegal serasa squat-jump tiga ronde.
Pada hari kedua ini, saya start menulis agak lebih sore. Sekitar pukul 1 pagi, tiba-tiba mati lampu. Penjaga malam yang tahu saya selalu bergadang sampai subuh (atau mungkin karena saya satu-satunya tamu hari itu), datang dan melaporkan bahwa tegangan listrik satu kota Garut turun karena ada gardu yang rusak. Tak lupa, ia menitipkan tiga lampu darurat untuk persediaan saya selama bekerja. Malam itu, saya bekerja berdasarkan ketahanan baterai yang tak lagi tersuplai listrik. Pukul empat pagi, baterai laptop saya tersisa di bawah 5%, dan pada saat itu jugalah cerita saya rampung. Perfect timing!
Bangun siang. Dijemput siang. Pulang sesudah makan siang. The Garut Mission is successfully accomplished.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
mba, could you please tell us where the penginapan is?I would love to go to Garut to see the scenery..
ReplyDeleteHai, hai. Nama penginapannya "Mulih Ka Desa". Adanya di daerah bernama Samarang. Silakan ditanya2, seantero Garut pasti tahu. Pokoknya tempat itu searah dengan the famous Kampung Sampireun, sekitar 5-6 kilo sebelumnya. Worth to try! :)
ReplyDelete