Day 29:
Pulang ke Bandung. Kami merencanakan pulang via Garut dan makan siang di sana. Ada sebuah tempat makan yang mengusik rasa penasaran saya, dan saya putuskan untuk mengecek kembali tempat yang kemarin terlewat ini. Namanya “Mulih Ka Desa”, sebuah restoran dan hotel di tengah sawah. Nice place. It’s like West Java’s version of Ubud.
Sampai di Bandung, langsung dihadang rapat serius dengan teman-teman dari Penerbit Truedee. Untungnya, rapat diadakan di rumah saya, so I didn’t have to spend another trip on the road. Enough with these three days. Kami membicarakan rencana kerja sebulan ke depan. Dan tentu saja, “Perahu Kertas” juga disinggung.
You know what? If my speed is constantly a chapter a day, I have to work pretty soon.
Day 28:
Meneruskan tema piknik dengan berkunjung ke Kawah Papandayan sehabis sarapan pagi. The view was unbelievable. Tapi perjalanan menuju kawah terasa sangat sepi, tidak ada mobil yang berpapasan. Sesampainya di atas, baru kami tahu kenapa. Meletusnya kembali Papandayan tahun 2002 telah menghancurkan jalan aspal yang tadinya bisa membawa orang-orang langsung ke dekat kawah. Sekarang kami harus trekking di jalan berbatu yang lumayan parah untuk bisa sampai ke sana. And I was with Keenan, so I thought I had to skip. But that little boy managed to walk for a hundred meters or so, di atas jalan berbatu dan menanjak, dengan sendalnya yang sedikit kebesaran.
Sekitar jam 12 kami turun ke bawah, langsung menuju Sweet Water, alias Ciamis. Didn’t go out much in Ciamis, just took a long nap. The show tonight was okay, too. Although Ciamis audience was more challenging than Garut. Lebih cool dan pelit tepuk tangan. Keenan juga protes ingin ikut pergi dan baru dibawa pulang ke hotel lagi setelah lagu kedua. Sponsored by a cigarette company, you can imagine the dense tobacco air wherever you go. Not an ideal place for a child.
As usual, the show ended at around 11. The rest of the group went back to Bandung tonight. I decided to stay over.
Day 27:
Mental saya mengondisikan bahwa perjalanan berikut ini adalah liburan. I’ve always loved Garut. Been there once when I was in my junior high, and it left a deep impression in me. Bertahun-tahun kemudian, saya bahkan sampai membuat cerbung yang sebagian besar mengambil lokasi di Garut (proyek cerbung pertama saya sebelum “Perahu Kertas”).
The view was still breathtaking. Something about the rice fields and mountains, they always manage to move me. Sedari kecil saya mendamba punya kampung halaman yang bisa dikunjungi ketika liburan, persis seperti cerita-cerita standar buku teks SD. And I found refuge in my friends’ grandparents. I had my first ‘berlibur ke rumah nenek’ adventure when I was in 6th grade, and I got addicted ever since. Dan jika ditelaah lagi dari selera makanan, pola perilaku, minat tema cerita, dsb, one can easily detect the eternal ‘anak kampung’ within me.
Sempat berjalan-jalan ke pusat kota Garut bersama Rida dan Sita, makan sop buah dan tahu goreng. Di tengah jalan, saya minta berhenti. I took Keenan for a delman ride. He was ecstatic, and so was I. Baru berasa ada di Garut. Persis di depan Universitas Garut—tempat kami manggung malam ini, there was a heavenly spot. Ada sebuah lengkungan jalan dengan pemandangan sawah membentang dan gunung Papandayan yang menjulang raksasa, dan di lengkungan itu terdapat satu pohon besar dengan bunga oranye bermekaran. Di tengah-tengah pemandangan serba hijau, pohon berbunga oranye itu mencuat sendirian, menyala seperti kebakaran. It was beautiful.
The show tonight was quite good. Banyak penggemar lama RSD yang datang, duduk mendengarkan sambil mulutnya komat-kamit ikut bersenandung. And we still had those fresh mango juices in our waiting room. Yummy.
Tuesday, November 27, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Garut...
ReplyDeletetempat saya menghabiskan masa SD saya. Kota yang tidak terlalu indah, tapi ngangenin. Sudah 7 tahun saya tinggal di Jogja, tapi masih kangen dengan sungai Cimanuk dan Cipancar, kawah Papandayan, dan dodol Picnic-nya (oopss, iklan!). Senang rasanya ada seorang selebritas yang juga menyukai Gaut dengan 'keindahan'-nya.
Selamat berjuang untuk Perahu Kertas-nya...
RSD The Reunion mampir Jogja atuh.. plisss...
-AriEs-
Wah menarik liburannya ya, liat pemandangan alam yang hijau. Penasaran dengan pohon berbunga oranye, mungkinkah itu semacam fenomena anomali flora endemik-nya vulkanik gunung Papandayan? gak ada fotonya ya?
ReplyDeletewaahhh sama....
ReplyDeletedari kecil saya juga pengen banget ngerasain punya kampung halaman yang bener-bener suasana kampung dan "pengen ke rumah nenek di kampung".
Itu baru bisa saya rasain 5 tahun yang lalu saat saya dan temen-temen pergi ke kampung halaman temen saya di Garut, dan kami nginep di rumah neneknya. bener-bener pengelaman yang indah banget...tinggal di tengah sawah, mancing ikan, bakar ikan, manen singkong, bakar singkong, maen-maen di sungai, ke curug sampe naik lori (lokomotif kereta yang depannya aja). hahaha itu pengalaman unik dan lucu banget..kita numpang lori sampe stasiun paling ujung...ntah stasiun apa namanya. disana kita transit 2jam karena harus nunggu kereta lewat dulu baru bisa balik lagi ke banrek tempat temen saya.
Garut bener-bener buat saya jatuh cinta dengan keindahan alamnya :D